Saya mencoba belajar dari pengalaman berdasarkan studi kasus berikut:
- Koperasi Merapi Mulia, Sleman, Yogyakarta.
National-currency backed currency. Convertible. Dibacking 100% oleh Rp.
15% fee jika dicairkan ke Rp. masuk profit kopdit.
Mata uang berlaku max 1tahun, jika tidak direnew maka dianggap income.
Contacts: Enny Susilandari, Stephen DeMeulenaere. - Cileuk system di Ciheuleut, Bogor Timur - Koperasi Bantar Kemang.
Carmelita Toelihere yang mengadakan tugas akhir mata kuliah di sini (orangnya nggak ketemu dicari via Internet.. ada yang punya info tentang keberadaan sdr. Carmelita ini?). - Kopdit Mendasar, Kopdit Tri Tunggal - Yogyakarta. Dibantu Strohalm jg untuk CC. (Bekatigade Network)
Non-convertible local currency.
Saya heran kenapa Stephen memilih untuk non-convertible, mungkin alasannya agar berkembang dulu, nantinya dikembangkan menjadi convertible (secara bertahap).
Sedangkan Koperasi Merapi Mulia di atas langsung convertible, saya ingin tahu bagaimana hasil dan statusnya sekarang, trus apa saja hambatan2nya..
- semua masih menggunakan bentuk kupon/mata uang kertas (belum elektronik)
- istilahnya jangan uang, tapi "chips", atau bisa juga voucher, poin, koin, kredit. Cileuk singkatan dari Ciheuleut Kupon. Karena org kita lebih kenal kupon daripada voucher.
- 3 desirable attributes of currencies:
convertible (yes! with 24-hour online service, accessible by mobile!)
non-counterfeitable (impossible with electronic, unless security breach)
stable in value (hmm... need cooperation with produce coops)
Pertanyaannya sekarang... apa iya???
No comments:
Post a Comment